Suatu Hari Ketemu dengan Pak Kakek

Suatu senja (kira kira jam 17.00) di stasiun Gondangdia, seperti biasa saya selalu mampir ke masjid Cut Meutia (lokasi dekat stasiun-tinggal jalan kaki saja) untuk melakukan sholat atau hanya berbaring bentar sambil nunggu lowongnya kereta.

Dipojok masjid, terlihat seorang tua (kira-kira usinya 70 tahunan) sedang khusu' membaca al-quran. Saya pun mendekatinya, ingin mengajaknya mengobrol. Pak kakek saking asiknya membaca alquran, tidak menyadari kalau saya sudah ada di dekatnya. Bacaannya terbata-bata, belum lancar benar membacanya. Tapi.... Semangatnya itu, salut.

Saya pun memberi salam (setelah dipastikan pak kakek selesai membaca alqurannya), lalu dijawabnya dengan diiringi senyuman. Tak terasa kami asik mengobrol.

Yang paling menarik dari obrolan kami adalah ternyata dulu (waktu masih muda) beliau adalah orang yang berlimpah uang alias orang kaya. Sayangnya, waktu itu hidupnya dihabiskan dengan hura hura, banyak maksiat dia lakukan. Dia lupa mempelajari agama, gak bisa ngaji. Blaaas huruf hijaiyah saja gak ngerti.

Hidayah didapatkan saat istri dan anaknya meninggal akibat kecelakaan, kini ia sebatang kara. Saudaranya yang dulu dekat, kini sudah menjauh. Gak ada yang mau menerimanya lagi. "Yaa beginilah nak, kalau hubungan didasari oleh uang, uang habis maka hilang semua hubungan kesaudaran tersebut," ujarnya sedih. Beruntungnya ia masih punya rumah yang saat ini ditinggalinya sendiri dan tabungan yang ia hemat untuk keperluan sehari-harinya.

Namun, dari situlah hikmah hidup dia dapatkan. Dari situ, dia mulai ingin mengenal Tuhannya, dari situ dia mulai mau mempelajari agama, mulai belajat ngaji. Dia menyesali kehidupan masa mudanya tersebut. Penyesalan tersebut ia tembus dengan banyak beribadah kepadaNya. Dia menceritakan, mulai belajar mengaji 3 tahun lalu di beberapa masjid yang dia singgahi. Kajian-kajian agama pun tak lupa dihadirinya.

Saat ditanyakan, di mana tempat tinggalnya, pak kakek enggan menyebutkan. "Dekatlah dari sini nak," sambil tersenyum.

Hal lain yang membuat saya terenyuh adalah saat pak kakek menceritakan kehidupan barunya (hidup dengan bergelimang ibadah). "Ternyata hidup dengan mengenal Allah - merasa dekat dengan Allah lebih tentram. Hidup ini hanya sebentar, ngeri nak kalau kita menghadap Allaah, namun ibadah kita sedikit," ujarnya serius.

Pertemuan kami pun diakhiri dengan berkumandangnya adzan Magrib, saya pun bersalaman dan berucap terimakasih. (Kusnadi Assaini)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dialog dengan Allah

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَنْ صَلَّى صَلاَةً لَمْ يَقْرَأْ فِيهَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ فَهْىَ خِ...